MENCEGAH KREDIT MACET
Drs. Sudjendro, M.Si.
Walaupun dari kenyataan bisnis perbankan sehari-hari
diketahui bahwa kasus kredit bermasalah tidak dapat dihindari secara mutlak,
namun setiap bank harus tetap berusaha untuk mencegah terulangnya kasus itu. Setiap
orang pimpinan bank (termasuk para dewan komisaris), para eksekutif dan staff
bank yang tugasnya berkaitan dengan perkreditan harus sadar, bahwa mereka
mempunyai tanggung jawab untuk meminimalisasi risiko munculnya risiko kasus
kredit bermasalah pada bank mereka masing-masing. Dengan perkataan lain,
walaupun mereka mempunyai kewajiban untuk mengoptimalisasi pendapatan bank dari
kredit yang disalurkan, namun mereka juga harus dapat mengendalikan risiko
penanaman dana dalam aktiva produktif tersebut. Hal itu dapat dilaksanakan
dengan jalan menerapkan asas manajemen kredit yang sehat. Secara rinci, wujud
penerapan asas manajemen kredit yang sehat itu adalah sebagai berikut:
1. Menyusun kebijaksanaan kredit yang sehat,
2. Evaluasi yang seksama terhadap kemampuan dan kesediaan
calon debitur melunasi kredit yang mereka pinjam,
3. Meningkatkan mutu personalia bank, terutama mereka yang
tugasnya berkaitan dengan penyaluran kredit,
4. Mengawasi perkembangan mutu kredit secara ketat,
5. Menangani kasus-kasus kredit bermasalah secara
profesional,
6. Menyusun dokumentasi dan administrasi kredit yang sehat.
Perlu diingatkan bahwa bagi bank pengertian tentang
pemberian kredit tidak terbatas pada kredit yang dibukukan dalam aktiva neraca
sebagai pos kredit diberikan, melainkan juga pada jenis kredit yang lain.
Sebagai contoh, jenis kredit yang lain adalah repurchase agreement-repos, yaitu
pembelian surat surat berharga dengan perjanjian akan dibeli kembali oleh
penerbitnya, factoring atau anjak piutang, dan pemberian fasilitas jaminan
(stand by L/C, endosemen, bank guarantee, dan sebagainya).
Kebijaksanaan Pokok Penyaluran Kredit yang Sehat
Kebijaksanaan pokok penyaluran kredit setiap bank harus
dinyatakan secara tertulis. Dengan demikian, setiap pejabat yang berkaitan
dengan penyaluran kredit, mempunyai pedoman yang dapat dipergunakan sebagai
pegangan dalam melaksanakan tugasnya. Kebijaksanaan pokok perkreditan tersebut
harus jelas sehingga mudah dimengerti, ringkas tetapi padat dan memberi peluang
untuk dapat ditinjau kembali sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi
bisnis.
Walaupun kebijaksanaan kredit tiap bank tidak sama dengan
bank yang lain, namun ketentuan utama yang dapat menjamin kesehatan mutu
kredit, harus dimasukkan dalam kebijaksanaan tersebut. Ketentuan utama tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Garis besar organisasi kredit,
2. Kebijaksanaan persetujuan kredit,
3. Batas jumlah pemberian kredit kepada debitur,
4. Kriteria tentang kredit berisiko tinggi.
Organisasi Perkreditan
Agar dapat menerapkan kredit yang sehat, bank harus
mempunyai organisasi kredit yang sehat pula. Oleh karena itu, dalam
kebijaksanaan pokok penyaluran kredit, wajib dicantumkan hal-hal yang
bersangkutan dengan organisasi perkreditan. Tugas pokok, wewenang dan tanggung
jawab dari dewan komisaris, dewan direksi, komite kredit, manajer kantor pusat,
manajer cabang dan eksekutif lain yang berkaitan dengan penyaluran kredit,
harus dinyatakan dengan tegas dan jelas.
Dalam kebanyakan organisasi bank, tugas pokok, wewenang dan
tanggung jawab dewan komisaris dalam kaitannya dengan perkreditan adalah:
1. Memeberikan persetujuan terhadap rencana tahunan
pemberian kredit yang diajukan oleh dewan direksi,
2. Memberikan persetujuan terhadap saran pemberian kredit
kepada debitur yang terkait dengan bank dan kreditur besar tertentu, atau
pemberian kredit dalam jumlah bersar,
3. Memonitor pelaksanaan rencana tahunan pemberian kredit,
meminta pertanggung jawaban direksi bilamana terjadi penyimpangan dari rencana
tahunan,
4. Memeberikan persetujuan terhadap rencana kebijaksanaan
pokok perkreditan yang diajukan oleh dewan direksi,
5. Memonitor penerapan kebijaksanaan perkreditan, serta
meminta pertanggungjawaban dewan direksi bila mana terjadi penyimpangan dari
kebijaksanaan perkreditan.
6. Memonitor perkembangan mutu kredit yang berkaitan kepada
para debitur pada umumnya, kredit yang diberikan kepada debitur yang berkaitan
dengan bank dan kredit yang diberikan kepada debitur besar tertentu.
Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab dewan direksi dalam
kaitannya dengan perkreditan adalah:
1. Menyiapkan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian
kredit,
2. Melaksanakan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian
kredit yang telah mendapat persetujuan dari dewan komisaris,
3. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan rencana tahunan dan
kebijaksanaan pemberian kredit kepada dewan komisaris bank dan kepada bank
sentral,
4. Memonitor pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan,
5. Melakukan koreksi yang diperlukan terhadap penyimpangan
dari rencana kredit tahunan dan kebijaksanaan perkreditan,
6. Memonitor perkembangan mutu kredit secara keseluruhan,
kredit yang diberikan kepada debitur yang mempunyai kaitan dengan bank, kredit
yang diberikan kepada debitur tertentu,
7. Menentukan langkah penanganan kredit bermasalah dan
memonitor pelaksanaannya.
Banyak bank menganut prinsip pembentukan komite kredit guna
membantu dewan direksi dalam pengambilan keputusan pemberian kredit dengan
jumlah tertentu, pengawasan perkembangan mutu kredit, penanganan kredit
bermasalah maupun dalam menentukan langkah perbaikan. Apabila bank menganut
prinsip di atas, dalam kebijaksanaan pokok perkreditan bank perlu dicantumkan
ketentuan tentang jumlah anggota komite, siapa yang menjadi anggota komite,
posisi komite kredit dalam bagan organisasi bank, serta tugas pokok, wewenang
dan tanggung jawab mereka.
Kebijaksanaan Persetujuan Kredit
Persetujuan pemberian kredit dapat dikatakan sehat bilamana
diberikan berdasarkan hasil dan penilaian total atas permintaan kredit dan atas
diri debitur. Yang dimaksud dengan penilaian total adalah penilaian atas
kelayakan permintaan kredit yang sedang diajukan, dan mutu kredit yang pernah
diberikan kepada calon debitur.
Dengan demikian, apabila calon debitur pernah atau sedang
menikmati fasilitas kredit dari bank kreditur, maka fokus penelitian analisis
kredit tidak terbatas pada kelayakan permintaan kredit yang sedang diajukan,
melainkan juga pada prestasi calon debitur dalam memenuhi isi perjanjian kredit
pada masa yang lalu. Apabila calon debitur adalah anggota dari satu kelompok
perusahaan tertentu, ada kemungkinan anggota yang lain dari kelompok perusahaan
tersebut pernah atau sedang menikmati pemberian kredit dari bank kreditur.
Dalam keadaan seperti itu, sebelum memutuskan untuk menyetujui pemberian kredit
baru, bank kreditur juga wajib meneliti kesehatan pelaksanaan perjanjian kredit
mereka dengan debitur lama, yang merupakan anggota kelompok perusahaan
tersebut.
Dalam kebijaksanaan penyaluran kredit yang sehat, di
dalamnya juga dinyatakan secara tertulis perihal jenjang batas-batas wewenang
para pejabat bank yang terkait (minimal batas jumlah nilai kredit), dalam
memberikan persetujuan pemberian kredit kepada calon debitur dan/atau kepada
debitur lama. Sudah barang tentu jenjang batas wewenang tersebut di atas
ditentukan berdasarkan bahan pertimbangan atau kriteria tertentu. Persetujuan
pemberian kredit oleh pejabat bank yang terkait harus dinyatakan secara
tertulis.
Sebagai catatan dapat dinyatakan bahwa dalam jenjang manapun
persetujuan pemberian kredit itu diberikan, para pejabat pengambil keputusan
untuk menyetujui pemberian kredit harus dapat dipertanggungjawabkan kepada bank
bahwa:
1. Keputusan pemberian kredit tersebut didasarkan pada hasil
analisis kredit yang profesional,
2. Kredit tersebut dapat diharapkan tidak akan berkembang
menjadi kredit bermasalah,
3. Kredit tersebut telah memenuhi ketentuan kebijaksanaan
pokok penyaluran kredit yang telah digariskan oleh bank,
4. Keputusan pemberian kredit tadi bebas dari pengaruh pihak
ketiga yang ikut berkepentingan dalam pemberian kredit itu.
Di samping ketentuan tentang persetujuan pemberian kredit,
dalam kebijaksanaan pokok penyaluran kredit wajib dicantumkan juga ketentuan
tentang persetujuan pencairan kredit yang telah disetujui untuk diberikan
kepada debitur. Pada dasarkan bank baru dapat menyetujui debitur menarik kredit
yang telah disediakan untuk mereka, apabila mereka dapat memenuhi syarat-syarat
tentang pencairan kredit yang telah disepakati bersama dalam perjanjian kredit.
Di samping itu, kebanyakan bank baru dapat menyetujui debitur mencairkan kredit
yang diberikan kepada mereka, apabila berbagai macam aspek yuridis yang dapat
melindungi bank (misalnya pemasangan hak tanggungan atas harta yang dijaminkan)
telah dipenuhi.
Batas Jumlah Pemberian Kredit Kepada Debitur
Debitur dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu debitur
biasa dan debitur yang mempunyai kaitan khusus dengan bank. Debitur biasa dapat
dibagi lagi menjadi debitur ukuran kecil, menengah dan besar.
Debitur yang terkait dengan bank adalah debitur yang
mempunyai kaitan khusus dengan bank kreditur, yaitu:
1. Mereka yang mempunyai saham sebesar 10% atau lebih dari
modal disetor bank kreditur,
2. Para anggota dewan komisaris bank,
3. Para anggota dewan direksi bank,
4. Keluarga dari pemegang saham, komisaris dan dewan direksi
bank,
5. Pejabat bank yang bersangkutan,
6. Perusahaan yang mempunyai anggota kelompok perusahaan
yang sama dengan bank kreditur,
7. Perusahaan yang para pejabatnya (termasuk anggota dewan
komisaris) juga menjabat bank kreditur.
Untuk menghindari konsentrasi kredit pada satu atau
sekelompok debitur (sehingga terjadi konsentrasi risiko kredit pada para
debitur), jumlah maksikum kredit yang dapat diberikan kepada satu atau
sekelompok debitur harus dibatasi.
Pembatasan jumlah maksimum pemberian kredit kepada debitur
tadi harus dinyatakan dengan tegas dan jelas dalam kebijaksanaan penyaluran
kredit. Seringkali ketentuan tentang batas maksimum jumlah kredit yang dapat
diberikan bank kepada debitur biasa dan debitur yang terkait dengan bank tadi
diatur oleh bank sentral. Sebagai contoh, dengan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia nomor 26/21/Kep/Dir tertanggal 23 Mei 1993, Bank Indonesia menentukan
batas maksimum jumlah kredit yang dapat diberikan oleh bank kepada satu
kelompok debitur biasa adalah 20% dari modal bank. Adapun batas maksimum jumlah
kredit yang dapat diberikan kepada satu kelompok debitur yang terkait dengan
bank adalah 10% dari modal bank. Dalam keadaan seperti ini, mau tidak mau setiap
bank harus mencantumkan ketentuan tersebut di atas dalam kebijaksanaan
penyaluran kredit mereka.
Kriteria Tentang Kredit Berisiko Tinggi
Untuk mencegah timbulnya kasus kredit bermasalah bank harus
berusaha keras untuk menghindari kredit yang berisiko tinggi. Agar para pejabat
bank mempunyai pegangan tentang kredit yang harus mereka hindari, dalam
kebijaksanaan pokok penyaluran kredit mereka, bank harus mencantumkan dengan
jelas kriteria kredit yang mereka katagorikan sebagai kredit berisiko tingggi.
Sebagai pedoman umum dapat diutarakan bahwa suatu kredit dapat dikatagorikan
berisiko tingggi oleh masing-masing bank, bilamana termasuk dalam salah satu
atau lebih kriteria yang berikut:
1. Calon debitur akan menggunakan kredit yang mereka minta
untuk tujuan spekulasi, misalnya membeli tanah dengan harapan akan memperoleh
capital gain dikemudian hari,
2. Calon debitur tidak dapat memberikan data dan informasi
pokok tentang perusahaan, bidang usaha dan kondisi keuangan mereka (termasuk
daftar keuangan dan informasi pendukungnya),
3. Calon debitur akan menggunakan kredit yang diminta untuk
mendanai bidang usaha atau proyek yang memerlukan keahlian khusus yang tidak
dikuasi bank,
4. Calon debitur akan mempergunakan kredit yang diminta
untuk melunasi kredit bermasalah mereka pada bank lain.
Meningkatkan Mutu Sumber Daya Manusia
Penerapan kebijaksanaan penyaluran kredit yang sehat, tidak
akan berhasil seperti yang diharapkan apabila pengetahuan dan pengalaman para
pejabat bank yang bersangkutan dengan penyaluran kredit sangat minim. Bagi
perusahaan jasa, termasuk bank, sumber daya manusia merupakan aset operasional
mereka.
Seperti halnya dengan mesin dan peralatan perusahaan
industri manufaktur yang memproduksi berbagai macam hasil produksi, sebagai
aset operasional, sumber daya manusia bank memproduksi berbagai macam produk
perbankan seperti kredit yang diberikan, jasa pendanaan perdagangan
internasional, deposito, surat berharga dan sebagainya. Seberapa besar jumlah
dihasilkan dan tinggi rendahnya mutu kredit, deposito, surat berharga dan
produk bank lain yang dihasilkan oleh sumber daya manusia bank akan dipengaruhi
oleh tinggi rendahnya mutu mereka.
Program Pelatihan Perbankan
Dari uraian singkat di atas, tampak bahwa setiap bank
mempunyai kewajiban untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia mereka, antara
lain dengan jalan menyelenggarakan program pelatihan (training) secara
berkesinambungan.
Pelatihan tentang manajemen bank dan kredit diberikan secara
bertingkat, yaitu tingkat pengenalan dan tingkat penyegaran atau pengembangan.
Pelatihan tingkat pengenalan diberikan kepada account officer baru, sedangkan
pelatihan tingkat penyegaran dan pengembangan diberikan kepada para pejabat dan
staff lama yang tugasnya berkaitan dengan penyaluran kredit.
Khusus bagi bank-bank di Indonesia, pelatihan tingkat
pengenalan penting sekali peranannya bagi keberhasilan para staff bank
melakukan tugas pekerjaannya. Hal itu disebabkan sebagian besar universitas di
Indonesia tidak banyak memberikan (atau sama sekali tidak memberikan) mata
kuliah manajemen bank dan manajemen kredit perbankan. Walaupun demikian, banyak
mahasiswa yang selama masa kuliah mereka (terutama mahasiswa fakultas ekonomi
dan fakultas hukum), memperoleh mata kuliah yang berkaitan erat dengan kegiatan
bisnis perbankan, misalnya manajemen keuangan, akuntansi, auditing, hukum
perbankan, hukum perdata dan hukum acara perdata. Oleh karena itu, para account
officer, yang baru saja menyelesaikan studi mereka dari universitas perlu
mendapat pelatihan pengenalan.
Beberapa subyek utama yang dirasa perlu diberikan selama
pelatihan pengenalan adalah sebagai berikut:
1. Introduksi tentang bank yang bersangkutan, termasuk
filosofi bisnis yang dianut, bidang kegiatan usaha, bank pesaing utama, standar
dan prosedur kerja,
2. Pengantar manajemen perbankan,
3. Manajemen kredit perbankan,
4. Konsep dan teknik analisis kredit,
5. Kredit perdagangan internasional,
6. Menangani kredit bermasalah,
7. Aspek hukum bisnis perbankan.
Bentuk program pelatihan penyegaran dan pengembangan; bank
yang bersangkutan dengan peserta, isi, tempat maupun frekuensi
penyelenggaraannya, disusun sesuai dengan kebutuhan masing-masing bank. Untuk
itu, sebelum menyenyelenggarakan program tersebut, seyogyanya mereka melakukan
training need survey, yaitu penelitian tentang pengetahuan tentang perbankan
dan perkreditan yang oleh sebagian besar eksekutif dan staff bank dirasakan
kurang, dan karenanya perlu ditingkatkan. Training need survey dapat dilakukan
oleh bank sendiri, atau mengundang konsultan pendidikan perbankan untuk
melakukannya.
Penyelenggaraan Program Pelatihan
Program pelatihan (training) dapat diselenggarakan sendiri
oleh bank, oleh lembaga pendidikan di luar bank, atau kombinasi dari kedua
pilihan tersebut. Oleh karena pada dasarnya bank bukan lembaga pendidikan, maka
sebagian besar bank tidak memilih alternatif pertama. Pada saat penyelenggaraan
banyak bank memilih alternatif ketiga yaitu bekerja sama dengan lembaga
pendidikan di luar bank. Bentuk kerja sama tersebut antara lain adalah
menyelenggarakan pelatihan dengan menggunakan tenaga pengajar dari dalam dan
dari lembaga pendidikan di luar bank. Tenaga pengajar dari bank terutama
mengajar subyek yang bersangkutan dengan hal-hal yang bersifat intern, misalnya
filosofi bisnis, garis besar kebijaksanaan, standar dan prosedur kerja atau
pembahasan kasus debitur bermasalah yang pernah ditangani bank. Sedangkan
tenaga pengajar dari lembaga pendidikan di luar bank dapat mengajar konsep dan
teknik manajemen bank dan perkreditan.
Kerja sama dengan lembaga pendidikan di luar bank dapat juga
dilakukan dengan jalan mengirimkan eksekutif dan staff bank menghadiri kursus,
lokakarya atau seminar perbankan yang diselenggarakan lembaga pendidikan
tersebut. Pada dewasa ini, banyak lembaga pendidikan multinasional (antara lain
di Inggris dan Irlandia) yang menyelenggarakan kursus perbankan jangka menengah
untuk para peserta dari luar negeri. Didalam negeri sendiri dewasa ini juga
telah ada lembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan kursus atau
lokakarya perbankan jangka pendek, beberapa di antaranya cukup praktis dan
berbobot.
Pengawasan Kredit
Tujuan utama pengawasan kredit adalah mencegah sedini
mungkin timbulnya praktek pemberian kredit yang tidak sehat, merosotnya mutu
kredit yang diberikan dan hal-hal lain yang dapat merugikan bank. Oleh karena
dalam sebagian besar kejadian praktek pemberian kredit yang tidak sehat adalah
hasil kolusi antara debitur dan para pejabat bank, maka walaupun setiap bank
yang dikelola secara profesional akan menjauhkan diri dari sikap berprasangka
buruk terhadap karyawannya, namun mau tidak mau semua pejabat bank yang
tugasnya berkaitan dengan penyaluran kredit akan menjadi salah satu obyek utama
pengawasan kredit. Obyek utama kedua pengawasan kredit adalah para debitur,
termasuk debitur yang terkait dengan bank dan debitur besar. Semakin besar
jumlah yang diberikan kepada debitur, harus semakin intensif pengawasan kredit
dilakukan.
Ruang Lingkup Program Pengawasan
Ruang lingkup program pengawasan kredit tersebut di atas,
minimal harus mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Pengawasan terhadap setiap kredit yang akan diberikan.
Apakah pemberian kredit tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang digariskan
dalam kebijaksanaan pokok penyaluran kredit dan ketentuan perbankan yang
berlaku,
2. Pemantauan terhadap perkembangan mutu kredit yang telah
diberikan c.q perkembangan kegiatan usaha debitur. Pemantauan tersebut
dilakukan baik secara langsung, dengan peninjauan di lapangan, maupun secara
tidak langsung, yaitu dengan mempelajari laporan kegiatan usaha dan kondisi
keuangan yang disampaikan oleh debitur secara periodik,
3. Pengawasan terhadap setiap kredit yang akan diberikan
kepada debitur yang terkait dengan bank dan debitur besar tertentu. Apakah
pemberian kredit tersebut telah sesuai dengan ketentun yang digariskan dalam
kebijaksanaan pokok penyaluran kredit dan ketentuan yang digariskan oleh
pemerintah c.q bank sentral,
4. Memantau gejala awal kredit bermasalah dari para debitur
yang kemampuan dan kesediaannya melunasi kredit mulai diragukan.
5. Mengevaluasi apakah penilaian terhadap tingkat
kolektibilitas kredit yang telah disalurkan telah sesuai dengan kriteria yang
ditentuan oleh bank sentral,
6. Pembinaan terhadap debitur bermasalah yang masih ada
harapan untuk diselamatkan,
7. Memantau pelaksanaan dokumentasi dan administrasi kredit
yang telah disalurkan.
8. Memantau perkembangan cadangan penghapusan kredit.
Pengendalian Intern Perkreditan
Untuk menunjang keberhasilan program pengawasan kredit, bank
harus mempunyai sistem pengendalian intern yang cukup memadai. Sistem
pengendalian intern kredit tersebut harus dapat diterapkan dalam semua tahap
proses penyaluran kredit, mulai dari saat permintaan kredit diajukan oleh
debitur sampai kredit dibayar lunas. Sistem pengendalian intern harus
memberikan peluang kepada bank untuk melakukan pengawasan ganda, terutama pada
tahap-tahap penyaluran kredit yang mengandung kerawan penyalahgunaan oleh semua
pihak yang terkait dalam pemberian kredit atau dapat merugikan bank.
Sistem pengendalian intern juga harus memberikan kemungkinan
bank untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya pelanggaran atas kebijaksanaan
pokok penyaluran kredit dan prosedur pelaksanaan pemberian kredit.
Penanggung Jawab Pengawasan Kredit
Pengawasan adalah fungsi manajemen yang terpisah dari fungsi
manajemen lainnya yaitu operasional. Fungsi pengawasan dan operasional tidak
dapat dirangkap oleh satu orang atau satu bagian. Penggabungan fungsi manajemen
yang berbeda itu akan menimbulkan kerancuan dan memberikan peluang bagi para
pejabat yang tidak kuat imannya untuk melakukan tindakan kolusi dan korupsi.
Oleh karena itu, kedua fungsi manajemen tersebut harus dipegang oleh pejabat
atau bagian yang berbeda.
Dalam kaitannya dengan penerapan prinsip manajemen ini dalam
organisasi bank, dewan direksi wajib mengangkat pejabat tertentu atau membentuk
bagian tersendiri (sesuai dengan besar kecilnya organisasi bank) yang secara
khusus diserahi tugas dan tanggung jawab pengawasan kredit.
Walaupun pejabat atau bagian pengawasan tersebut secara
organisatoris mempunyai tugas dan tanggung jawab yang terpisah dari bagian
operasional, namun dalam melakukan tugasnya harus tetap memelihara kerja sama
yang serasi dengan bagian kredit dan pemasaran serta account officer.
Secara periodik, bagian pengawasan kredit menyampaikan
laporan tentang mutu kredit yang disalurkan secara keseluruhan kepada dewan
direksi. Apabila terjadi penurunan mutu portofolio kredit-kredit tertentu,
bagian pengawasan harus menyampaikan sebab-sebab terjadinya penurunan mutu
portofolio kredit tersebut, serta mengajukan saran tentang tindakan apa yang
harus diambil oleh dewan direksi.
Apabila terdapat gejala tentang adanya pemberian kredit yang
menyimpang dari ketentuan kebijaksanaan pokok penyaluran kredit atau ketentuan
perbankan yang berlaku, bagian pengawasan juga harus berani menyampaikan
pendapatnya.
Selanjutnya, secara periodik bagian ini menyampaikan laporan
tentang jumlah tunggakan bunga dari para debitur bermasalah, atau jumlah
tunggakan bunga yang dikapitalisir kepada dewan direksi.
Tidak kalah pentingnya, setiap saat terjadi penyimpangan
atau pelanggaran atas ketentuan kebijaksanaan pokok penyaluran kredit atau
ketentuan perbankan yang berlaku oleh pejabat bank, bagian pengawasan kredit
harus melaporkannya kepada dewan direksi. Dalam laporan tersebut, bagian
pengawasan kredit wajib mencantumkan saran perbaikan atau tindakan korektif
yang perlu diambil oleh dewan direksi.
Dokumentasi dan Administrasi Kredit yang Sehat
Dokumen dan administrasi kredit merupakan salah satu bahan
masukan penting bagi bank untuk melakukan pengawasan kredit. Oleh karena itu,
agar bank dapat melakukan pengawasan kredit secara efektif, mereka harus
membina dokumentasi dan administrasi kredit yang sehat. Semua dokumen kredit
penting, seperti sertifikat tanah, akte pemberian hak tanggungan dan sebagainya
harus dipastikan keabsahannya.
Disamping harus memiliki satu arsip dokumen kredit yang
lengkap dan absah, setiap portofolio harus diadministrasikan secara benar,
tertib, lengkap dan akurat sehingga disamping dapat dipergunakan sebagai bahan
masukan dalam pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan debitur dan
kredit, juga mengandung unsur pengendalian intern.
Seperti halnya bagian pengawasan kredit, agar dapat berjalan
secara efektif, kegiatan dokumentasi dan administrasi kredit harus dikerjakan
oleh satu unit atau bagian tersendiri.
Catatan:
Informasi lebih lanjut mengenai artikel ini, anda dapat menghubungi Admin via Contact Form. Thanks.